Khutbah Jumat Praktis: Rajab Waktu Terbaik untuk Evaluasi Kualitas Shalat

Rajab menjadi momentum kepada umat Islam untuk melakukan evaluasi kulaitas shalat. (Foto: NOJ/NU Network)


Pada momentum Jumat dan ketika berada di bulan Rajab seperti sekarang adalah sarana sangat tepat untuk melakukan evaluasi terhadap shalat kita. Karena shalat adalah di antara kewajiban bagi umat Islam yang peristiwanya terjadi di bulan Rajab.


Demikian istimewanya shalat, maka sudah selayaknya umat Islam khususnya Nahdliyin melakukan penilaian secara jujur terhadap kualitas shalat selama ini. Termasuk pengaruhnya dalam keseharian.


Naskah khutbah ini dapat disebar dan dibagi sebagai tambahan bacaan dan amal jariyah. Dengan saling mengingatkan dalam kebaikan semoga selalu dalam naungan Allah SWT. (Redaksi)


Khutbah I

 

   اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ فَضَّلَنَا بِشَهْرِ رَجَبَ، وَهُوَ الَّذِيْ اصْطَفَى نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا ﷺ الْمُجْتَبَى الْمُؤَيَّد


اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمَ وَبَارِكْ وَتَرَحَّمْ وَتَحَنَّنْ عَلَى مَنْ بِهِ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ يَوْمَ الْمَآبِ


أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعِبَادِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى سَائِرِ الْأَعَاجِمِ وَالْعَرَب


أما بعد  فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْنِىْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

 

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Khatib berwasiat kepada pribadi sendiri, juga kepada hadirin sekalian untuk terus berupaya meningkatkan takwa kepada Allah dengan cara berusaha semampunya untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi yang dilarang.   


Hadirin Sidang Jumat yang Berbahagia

Seperti banyak dijelaskan bahwa Rajab adalah salah satu dari 4 bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Keempat yang dimuliakan tersebut adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.   


Firman Allah adalah sebagai berikut:

 

    إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

 

Artinya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya 4 bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang 4 itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS At-Taubah: 36)  

 

Hadirin yang Mulia

Ayat di atas menjelaskan tentang kemuliaan 4 bulan dibanding bulan lain dalam setahun. Apakah mungkin Allah yang menciptakan semua bulan itu sendiri, tapi ada yang lebih mulia daripada bulan yang lain? Jawabnya mungkin-mungkin saja. Kita bisa melihat, ada hari-hari dalam sepekan, namun dibandingkan yang lain, hari Jumat merupakan hari paling mulia. Ada bulan-bulan dalam setahun, Ramadhan yang paling mulia, di situ orang-orang diwajibkan berpuasa. Hari Arafah lebih mulia daripada hari-hari lain dalam setahun, lailatul qadar lebih utama daripada malam lain, dan Nabi Muhammad lebih utama daripada semua makhluk. Dan seterusnya. 


Artinya meskipun masing-masing diberi kemuliaan, atas kehendak-Nya, Allah membuat kemuliaan antara yang satu lebih tinggi dari yang lainnya karena memang kehendaknya demikian. Termasuk bulan Rajab beserta 3 bulan lainnya, Allah lebih memuliakan dibandingkan bulan lain. Di bulan ini orang-orang dilarang melakukan peperangan dan mengangkat senjata. Jadi siapa pun merasa aman. Bahkan para pakar fiqih memperberat sanksi diyat bagi siapapun yang membunuh seseorang pada bulan-bulan ini dengan hukuman yang lebih berat.   


Al-Imam Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan tentang 4 bulan yang dimuliakan tersebut melalui kalimat berikut: 


   وَمَعْنَى الْحُرُمِ: أَنَّ الْمَعْصِيَةَ فِيهَا أَشَدُّ عِقَابًا، وَالطَّاعَةَ فِيهَا أَكْثَرُ ثَوَابًا


Artinya: Maksud dari bulan-bulan yang dimuliakan di sini, sesungguhnya maksiat dalam bulan ini siksanya lebih berat. Jika menjalankan ketaatan, pahalanya dilipatgandakan. (Tafsir Ar-Râzi).


Pada bulan Rajab ini perlu menjadi pengingat untuk supaya kita membersihkan diri dari kotoran maksiat. Mari kita hentikan caci maki, menyebar kabar bohong, hoaks, fitnah menggunjing sesama warga negara dan bentuk perilaku yang tidak pantas dilakukan seorang muslim. Ingatlah, dosanya dilipatgandakan.   


Al-Imam Dzun Nûn al-Mishriy mengatakan:

 

    رَجَبٌ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَعْبَانُ شَهْرُ السَّقْيِ، وَرَمَضَانُ شَهْرُ الْحَصَادِ

 

Artinya: Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyiram, sedangkan Ramadhan adalah bulan menuai. 


   وَكُلٌّ يَحْصُدُ مَا زَرَعَ، فَمَنْ ضَيَّعَ الزِّرَاعَةَ نَدِمَ يَوْمَ الْحَصَادِ


Artinya: Setiap orang akan mengunduh atas apa yang ia tanam. Barang siapa yang tidak merawat tanamannya, ia akan menyesal saat musim panen.   


Hadirin yang Berbahagia

Pada bulan Rajab sebagai bulan menanam ini, jangan sampai kita bercocok tanam keburukan. Minimal, jika kita tidak bisa menanam dengan membantu atau membuat orang lain tersenyum, setidaknya jangan sampai kita merugikan orang lain. Jangan sakiti siapapun. Mari kita mulai dari bulan Rajab yang mulia ini.   


Menurut mayoritas ulama, termasuk di antaranya adalah Imam Nawawi dalam kitabnya Ar-Raudhah menyatakan pada malam tanggal 27 Rajab, dahulu Nabi Muhammad SAW diisra’kan atau dititahkan oleh Allah melaksanakan perjalanan malam dari Baitul Haram, Makkah menuju Baitul Maqdis, Palestina. Setelah itu, Rasulullah dinaikkan dari Baitul Maqdis, Palestina menuju Sidratil Muntaha dengan ditemani malaikat Jibril. Singkat cerita, di situlah Nabi Muhammad mendapatkan mandat shalat lima waktu yang diwajibkan kepada semua umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.   

 

Maasyiral Hadirin Rahimakumullah

Dengan momentum Isra’ Mi’raj ini, marilah mengingat kembali betapa kita dimuliakan Allah, yakni sewaktu-waktu minimal dipanggil menghadap kepada Allah dalam sehari semalam, kita diperbolehkan bahkan diwajibkan menghadap penguasa alam semesta sebanyak minimal 5 kali. Orang biasa yang ingin bertemu menteri tentu tidak mudah. Bisa jadi waktu yang dibutuhkan sampai sepekan baru bisa bertemu. Apalagi presiden, mungkin bisa sampai sebulan baru bisa bertemu. Ini kita disuruh menghadap kepada presidennya presiden dalam sehari semalam selalu dipersilakan “open house”. Bukankah ini sebuah penghormatan dari penguasa jagat raya?   Anehnya, atas penghormatan itu, banyak orang yang tidak dapat memanfaatkan kesempatan dengan sebaik mungkin. Ada yang belum mau shalat, atau mau shalat tapi masih bolong-bolong, naudzu billah, Allahu yahdina, amin.   


Melalui mimbar khutbah ini kami mengajak, marilah kita tata shalat. Yang belum jamaah rutin di masjid, jika ada panggilan azan, panggilan menghadap kepada-Nya, mari gumregah, cepat-cepat mendatangi panggilan-Nya. Orang yang ingin doanya terkabul, hendaknya jika Allah memanggil segera mengabulkan undangan Allah yang berupa shalat. Dengan shalat di awal waktunya insyaallah doa-doa akan mudah diijabah oleh Allah.   


Shalat merupakan ibadah yang paling utama. Rasulullah pernah ditanya: 


   اَيُّ الْعَمَلِ اَفْضَلُ؟

Artinya: Kegiatan apa yang paling utama, ya Rasul?


Kemudian Rasul menjawab: 


   اَلصَّلاَةُ لِاَوَّلِ وَقْتِهَا


Artinya: Shalat di awal waktunya.   

 

Jamaah yang Mulia

Sangat banyak hadits yang menyebutkan keutamaan tentang shalat. Di antaranya adalah sabda Rasulullah berikut ini: 


     إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَاِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ. .... الحديث

 

Artinya: Sesungguhnya yang pertama kali dihisab pada diri seorang hamba pada hari kiamat dari amalnya adalah shalat. Jika shalatnya baik, sungguh ia beruntung dan sukses. Jika rusak shalatnya sungguh ia menjadi orang yang merugi. (HR Abu Dawud, An-Nasai dan At-Tirmidziy). 

 

Artikel diambil dariKhutbah Jumat: Bulan Rajab, Momentum Membenahi Shalat


Yang perlu menjadi catatan adalah, bahwa shalat tidak dapat berdiri sendiri. Ia harus dilengkapi syarat dan rukun. Wudlunya harus sesuai aturan, mandinya bagaimana, bacaan Fatihah-nya bagaimana, ini yang perlu kita introspeksi pada diri masing-masing. Sudah sesuai aturan syara’ atau belum? Kalau belum, jangan sungkan-sungkan mendatangi kiai atau ustadz untuk belajar. Carilah guru yang benar-benar bisa membimbing kepada Allah SWT, jangan sebaliknya. 


Jamaah yang Mulia

Semoga kita dan keluarga kita senantiasa diberi pertolongan oleh Allah subhanahu wa taala agar diberi pertolongan menjadi orang baik, mudah melaksanakan shalat dan amal-amal baik yang lain, amin. 


   بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ  وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ

 

Khutbah II

 

   اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ


اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا   أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ  


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزِّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ


عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang 

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak