Peringatan maulid Nabi dari masa Rasulullah hingga sekarang |
1. Peringatan Maulid di Masa Rasulullah saw
Menurut Syekh Hasan, pada masa Rasulullah saw hidup, umat Islam masih fokus perihal perkembangan Islam, membumikan tauhid kepada Allah, dakwah, mengangkat derajat manusia dari yang hina menjadi mulia, dengan menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah, serta ibadah-ibadah lainnya. Sehingga, peringatan atau perayaan dalam rangka menghormati kelahiran Nabi saw belum terealisasi saat itu.
2. Peringatan Maulid Nabi di Masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa selanjutnya, tepatnya masa Khulafa’ur Rasyidin, para sahabat belum juga berpikir perihal perayaan maulid Nabi saw yang dikemas dengan kegiatan-kegiatan secara khusus. Mereka terus menanamkan keimanan setelah ditinggal wafat oleh Nabi saw. Banyaknya orang-orang yang murtad, menjadi tugas secara khusus bagi para sahabat untuk mengembalikan mereka pada agama yang benar. Selain itu, para sahabat juga melakukan upaya-upaya penyebaran Islam agar semakin pesat dan luas. Karenanya, tidak ada satu sahabat pun yang berpikir perihal perayaan maulid Nabi saw, serta tidak pernah terbesit dalam hati mereka perayaan-perayaan apa pun. Mereka hanya berpikir perihal perkembangan Islam, dengan terus menerus berdakwah, menjalin interaksi, ikatan dan hubungan antar agama dan pemeluk agama lain.
3. Peringatan Maulid Nabi di Masa Dinasti Bani Umayyah
Setelah masa empat khalifah selesai. Muncul berbagai dinasti sekaligus sebagai simbol kemajuan Islam. Dinasti pertama, yaitu Dinasti Bani Umayyah, di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan yang dilanjutkan oleh putranya, Yazid bin Muawiyah (Yazid I). Setelah ia wafat secara berturut-turut diganti oleh putranya, Yazid II, Abdul Malik bin Marwan, Al-Walid bin Abdul Malik, hingga Umar bin Abdul Aziz, dan Hisyam bin Abdul Malik. Periode dinasti Umayyah ini berkuasa sejak tahun 41 H/661 M sampai tahun 133 H/750 M. Pada masa ini, perayaan maulid nabi juga belum terealisasikan. Selain memperjuangkan Islam, mereka juga menciptakan asas-asas negara dengan pelbagai undang-undangnya. Selain itu, hiruk-pikuk politik yang terus memanas, banyaknya pembangkang dan penentang sistem negara, yang dikenal dengan Khawarij, menjadi salah satu perhatian khusus yang tidak bisa mereka biarkan begitu saja. Karenanya, perayaan maulid Nabi saw pada dinasti Bani Umayyah juga belum ditemukan.
4. Peringatan Maulid Nabi di Masa Dinasti Bani Abbasiyah
Dinasti Bani Abbasiyah merupakan pemimpin kedua Islam dengan sistem kerajaan, yang berkuasa setelah berhasil merebut tonggak kepemimpinan dari Bani Umayyah dan semua wilayah-wilayahnya. Pada masa ini, perkembangan Islam semakin pesat dan luas, bahkan berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat peradaban dunia. Kepemimpinan Dinsati Bani Abbasiyah dimulai pada tahun 133 H/750 M, sampai pada tahun 656 H/1258 M. Namun di tengah kejayaan Islam dan perkembangannya yang begitu pesat, belum juga ditemukan perayaan maulid dalam rangka mengingat dan menghormati kelahiran baginda Nabi Muhammad saw.
5. Peringatan Maulid Nabi di Masa Bani Buwaihi
Memasuki abad kesepuluh, kejayaan Dinasti Abbasiyah mulai redup. Saat itu, Dinati Umayyah dipimpin oleh ar-Radhi Billah, yaitu Penguasa Abbasiyah ke-20, yang berkuasa pada tahun 940-944 M. Hanya saja, kekuatan politik dan militer dari pimpinan dunia Islam itu mulai tidak berdaya. Pada saat yang bersamaan, wilayah-wilayah yang tergabung di dalam Dinasti Abbasiyah mulai memisahkan diri. Mereka mendirikan dinasti-dinasti kecil. Wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah mulai sempit. Di tengah situasi yang carut-marut itu, sebuah dinasti yang berkuasa di wilayah Persia dan Irak masuk untuk mengendalikan kekuatan politik dan pemerintahan Abbasiyah. Meski jumlah yang sedikit, namun disertai dengan gerakan sistematis dan massif, dinasti ini mampu menguasai politik dan pemerintahan Abbasiyah selama 110 tahun (945-1055 M), itu bernama Bani Buwaihi. Dinasti ini dibangun oleh tiga putra Abu Syuja’ Buwaihi. Pada masa kepemimpinan mereka, pergelaran berbagai acara mulai terlihat. Perayaan atas kemenangan merebut pemerintahan dari Bani Abbasiyah begitu meriah. Selain itu, mereka juga merayakan berbagai perayaan dengan corak gembira dan kesedihan. Misalnya, perayaan hari Asyura’ dijadikan sebagai momentum sebagai bulan duka. Selain itu, perayaan-perayaan yang lain juga mereka adakan, sebagai momentum kebahagiaan. Namun perayaan yang seharusnya lebih mereka apresiasi, yaitu Maulid Nabi Muhammad saw, tidak mereka pikirkan. Mereka hanya berpikir perihal kebahagiaan mereka sendiri.
6. Peringatan Maulid Nabi di Masa Dinasti Fatimiyah
Syekh Hasan as-Sandubi menegaskan, perayaan maulid Nabi saw bertepatan dengan masa Dinasti Fathimiyah. Namun mereka berafiliasi pada kelompok Syiah. Akidah dan keyakinannya cenderung pada kepemimpinan Sayyidina Ali, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain, serta menolak khalifah Sayyidina Abu Bakar, Umar dan Utsman. Sebagaimana tradisi Syiah, mereka tidak hanya merayakan maulid Nabi Muhammad saw, perayaan-perayaan lainnya juga tidak mereka lupakan. Misalnya, perayaan hari Asyura, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Sayyidina Hasan dan Husain, maulid Fatimiyah, perayaan tahun baru Persia, Idhul Adha, malam pertama Ramadhan, Rajab dan Sya’ban. Syekh Hasan menegaskan:
لَقَدْ دَلَّنِي البَحْثُ عَلَى أَنَّ الْفَاطِمِيِّيْنَ هُمْ أَوَّلُ مَنْ اِبْتَدَعَ فِكْرَةَ الْاِحْتِفَالِ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِي
Artinya, “Sungguh telah menjadi penunjuk kepadaku, pembahasan (di atas), bahwa sungguh Dinasti Bani Fatimah merupakan kelompok pertama yang merealisasikan gagasan perayaan untuk mengingat kelahiran Nabi Muhammad.” (Hasan as-Sandubi, Tarikhul Ihtifal bil Maulidin Nabawi, [Matba’ah al-Istiqamah, cetakan pertama: 1980], halaman 60-65). Perayaan ini terus berlanjut dan semakin pesat sampai Dinasti Fatimiyah runtuh dan umat Islam dipimpin oleh ulama-ulama dan kerajaan yang berafiliasi pada Ahlussunnah wal Jamaah. Perayaan maulid Nabi saw tetap berlanjut, dan pertama kalinya diperingati oleh Sultan Nuruddin, penguasa Syiria, pada tahun 511 H. Hanya saja, bentuk perayaan ini tidak sama dengan perayaan yang dilakukan oleh kelompok Syiah.
Menurut Syekh Bakhit al-Muthi’i (wafat 1345 H), perayaan maulid yang dilakukan oleh Sultan Nuruddin hanya mengkhususkan perayaan Nabi Muhammad saja, tidak mencampur dengan perayaan-perayaan lain yang menimbulkan mafsadah dan keharaman dalam Islam, sebagaimana perayaan-perayaan Syiah yang telah disebutkan di atas. (Bakhit al-Muthi’i, Irsyadu Ahlil Millah ila Itsbatil Ahillah, [Mesir, Darul Mishriyah, cetakan ketiga: 2005], halaman 40). Baca: Beda Pendapat Ulama soal Peringatan Maulid Nabi 7. Peringatan Maulid Nabi di Masa Sekarang Peringatan maulid nabi akhirnya berkembang luas dan sangat pesat. Bahkan hampir mayoritas umat Islam merayakannya, sebagaimana di Indonesia. Perayaan maulid tidak hanya dilakukan oleh instansi dan lembaga-lembaga. Bahkan, setiap warga mulai dari kota hingga pelosok desa turut merayakannya.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan.